2. Kelompok model pengolahan
informasi (Information Processing Model)
Salah satu kelompok model yang menitikberatkan
pada aktivitas-aktivitas yang terkait
dengan kegiatan proses atau pengolahan informasi untuk meningkatkan kapabilitas
siswa melalui proses pembelajaran. Beberapa bentuk model yang dapat
dipertimbangkan guru untuk diterapkan di dalam proses pembelajaran yang
termasuk kelompok model ini, yaitu:
a. Berpikir Induktif (inductive thinking)
Model
pembelajaran ini beranggapan bahwa kemampuan berpikir seseorang tidak dengan
sendirinya dapat berkembang dengan baik jika proses pembelajaran dikembangkan
tanpa memperhatikan kesesuaiannya dengan kebutuhan.
Menurut
Joice, Weil dan Calhoun (Aunurrohman, 2012: 158), mengemukakan beberapa
strategi berpikir induktif yang sekaligus juga menggambarkan langkah-langkah
pengembangan kemampuan berpikir induktif:
· Strategi
pertama, adalah pembentukan konsep; melalui tahap perhitungan dan pendaftaran,
tahap pengelompokan dan pemberian label atau kategorisasi.
· Strategi
kedua, interpretasi data yang meliputi tahap membuat inferensi.
· Strategi
ketiga, aplikasi prinsip yan meliputi tahap memprediksi konsekuensi,
menjelaskan fenomena-fenomena dan menguji hipotesis.
b.
Pencapaian
konsep (concept attainment)
Model
pencapaian konsep adalah model pembelajaran yang dirancang untuk menata atau
menyusun data sehingga konsep-konsep penting dapat dipelajari secara tepat dan
efesien.
Penerapan
model pencapaian konsep dalam pembelajaran meliputi tiga tahap pokok, yaitu;
· Tahap
pertama, presentasi data dan identifikasi konsep, yang meliputi kegiatan:
a)
Guru mempresentasikan
contoh-contoh nama;
b)
Siswa membandingkan ciri
positif dan negatif dari contoh yang dikemukakan;
c)
Siswa menyimpulkan dan menguji
hipotesis;
d)
Siswa memberikan arti sesuai
dengan ciri-ciri esensial.
· Tahap
kedua, menguji pencapaian konsep yang meliputi beberapa kegiatan:
a)
Siswa mengidentifikasi tambahan
contoh yang tidak memiliki nama;
b)
Guru mengkonfirmasikan
hipotesis, konsep nama dan definisi sesuai dengan ciri-ciri esensial.
· Tahap
ketiga, menganalisis kemampuan berfikir strategis, yang meliputi:
a)
Siswa mendeskripsikan
pemikiran-pemikiran mereka;
b)
Siswa mendiskusikan hipotesis
dan atribut-atribut;
c)
Siswa mendiskusikan bentuk dan
jumlah hipotesis.
c. Memorisasi
Model
ini diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa menyerap dan mengintegrasikan
informasi sehingga siswa-siawa dapat mengingat informasi yang telah diterima
dan dapat me-recall kembali pada saat yang diperlukan.
Penerapan
model memorisasi di dalam proses pembelajaran dilakukan melalui beberapa tahap,
yaitu:
1)
Mencermati materi. Kegiatan ini
dapat dilakukan dengan cara menggarisbawahi
bagian yang penting, memberi tanda pada bagian yang diperlukan.
2)
Mengembangkan hubungan, yaitu
menemukan hubungan antara materi-materi yang memiliki kterkaitan dengan
menggunakan kata kunci, kata yang bergaris atau kata yang melingkar kata
tertentu.
3)
Mengembangkan sensori image,
dengan menggunakan teknik-teknik yang lucu atau mungkin dengan kata-kata yang
berlebihan sehingga lebih mudah diingat.
4)
Melatih re-call dengan
memperhatikan tahapan sebelumnya dan hal ini harus dipelajari secara terus
menerus.
d. Advance organizers
Model
ini dikembangkan berdasarkan pemikiran Ausubel tentang materi pembelajaran,
struktur kognitif. Model advance organizer terdiri dari tiga tahap:
· Tahap
pertama, menjelaskan panduan pembelajaran. Pada tahap ini ada beberapa kegiatan
pokok yang harus dilakukan guru:
1)
Menjelaskan tujuan
pembelajaran;
2)
Mempresentasikan panduan
pembelajaran;
3)
Menumbuhkan kesadaran
pengetahuan dan pengalaman siswa yang relevan.
· Tahap
kedua, menjelaskan materi dan tugas-tugas pembelajaran. Tahap ini meliputi kegiatan:
1)
Menjelaskan materi
pembelajaran;
2)
Membangkitkan perhatian siswa;
3)
Mengatur secara eksplisit
tugas-tugas.
· Tahap
ketiga, memperkokoh pengorganisasian kognitif. Pada tahap ini kegiatan-kegiatan
pokok yang dilakukan adalah:
1)
Menggunakan prinsip-prinsip
secara teritegrasi;
2)
Meningkatkan keaktifan
aktivitas pembelajaran;
3)
Mengembangkan
pendekatan-pendekatan kritis guna memperjelas materi pembelajaran.
e. Penelitian ilmiah (Scidntific inquiry)
Esensi
model penelitian adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa di dalam
menyelesaikan masalah melalui suatu penelitian dengan membandingkan masalah
tersebut dengan kondisi nyata pada areal penelitian, membantu siswa di dalam
mengedentifikasi konsep atau metode pemecahan masalah pada kawasan penelitian
dan membantu mereka agar mampu mendisain cara-cara mengatasi masalah.
Pengembangan
model penelitian ilmiah dalam proses pembelajaran dilakukan melalui beberapa
tahap;
1)
Menyajikan arena penelitian
kepada siswa;
2)
Siswa merumuskan masalah;
3)
Siswa mengidentifikasi masalah
di dalam kegiatan penelitian;
4)
Siswa menemukan cara-cara untuk
mengatasi kesulitan yang dihadapinya.
Model penelitian ilmiah dalam proses
pembelajaran menuntut terciptanya iklim kelas yang kooperatif. Tugas guru yang pertama
adalah membimbing terlaksananya proses inquiry dan mendorong siswa agar
berpartisipasi secara aktif. Selanjutnya juga mengarahkan siswa dalam proses
pengujian hipotesis interpretasi data dan mengembangkan konstruksi
temuan-temuan dari inquiry yang dilakukan.
f. Inquiry training
Model
ini diarahkan untuk mengajarkan siswa untuk proses dalam rangka mengkaji dan
menjelaskan suatu fenomena khusus. Tujuannya adalah membantu siswa
mengembangkan disiplin dan mengembangkan keterampilan intelektual yang diperlukan
untuk mengajukan pertanyaan dan menemukan jawabannya berdasarkan rasa ingin
tahunnya. Melalui kegiatan ini diharapkan siswa aktif mengajukan pertanyaan
mengapa sesuatu terjadi kemudian mencari dan mengumpulkan serta memproses data
secara logis untuk selanjutnya mengembangkan strategi intelektual yang dapat
digunakan untuk dapat menemukan jawaban atas pertanyaan mengapa terjadi.
Inquiry
training dimulai dengan menyajikan peristiwa yang mengandung teka-teki kepada
siswa. Siswa-siswa yang menghadapi situasi tersebut akan termotivasi menemukan
jawaban masalah-masalah yang masih menjadi teka-teki tersebut. Guru dapat
menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan prosedur pengkajian sesuai dengan
langkah-langkah yang ditentukan. Model ini dikembangkan melalui bebrapa langkah
sebagai berikut;
1)
Mempertentangkan suatu masalah.
Pada tahap ini guru menjelaskan prosedur inquiry dan menjelaskan
peristiwa-peristiwa yang bertentangan;
2)
Siswa melakukan pengumpulan
data serta melakukan klarifikasi;
3)
Siswa melakukan pengujian hipotesis;
4)
Siswa mengorganisasikan data
memberika penjelasan;
5)
Siswa melakukan analisis
strategi inquiry dan mengembangkan secara lebih efektif.
g. Synectics
Sintetik merupakan salah satu contoh model
pembelajaran yang di desain oleh Gordon yang pada dasarnya diarahkan untuk
mengembangkan kreativitas. Gordon menggagas model sinektik dalam empat gagasan
yang intinya menampilkan perubahan pandangan konvensional tentang krreativitas.
Pertama, kreativitas penting dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari. Ia menekankan
kreativitas sebagai bagian dari kegiatan keseharian dari kehidupan kita. Bahwa
setiap individu selalu menghubungkan proses kreatifitas dengan kegiatan yang ia
lakukan. Karena kreatifitas di lihat sebagai bagian dari pekerjaan keseharian,
maka model sinektik ini di rancang untuk mendorong kapasitas pemecah masalah,
mengekspresikan kreatif, empati dan dorongan untuk memperkokoh
hubungan-hubungan social. Kedua, proses kreatif tidak sepenuhnya merupakan hal
yang misterius. Banyak aspek pada proses kreatif yang dapat dijelaskan dan
bahkan sangat mungkin bagi seseorang untuk mengarahkan dirinya sehingga mampu
mendorong berkembangnya kreativitas. Hal ini menurut Gordon (Aunurrohman, 2012:
162) bertentangan dengan pandangan konvensional yang melihat kreatifitas
sebagai sesuatu yang misterius, tidak dapat di pelajari dan merupakan sesuatu
yang sudah tidak dapat dirubah. Gordon yakin bahwa bilamana seseorang memahami
dasar proses kreatif, maka ia dapat menggunakan pengetahuan yang ia miliki
tersebut untuk mendorong kreatifitas didalam kehidupan dan aktivitas pekerjaan
baik dalam melaksanakan kegiatan sendiri maupun sebagai bagian dari kelompok.
Ketiga, temuan tentang kreatif berlaku sama pada berbagai bidang, baik seni,
ilmu pengetahuan, engineering yang dicirikan dengan persamaan proses
intelkektualnya. Ide-ide ini tentu berbeda dengan kebanyakan pendapat umum yang
memandang bahwa kreatifitas hanya identik dengan dunia seni. Di dalam dunia
sains dan engineering lebih dikenal dengan
istilah penemuan (invention). Asumsi keempat, bahwa penemuan/berpikir
kreatif (creative thingking) individu
pada prinsipnya tidak berbeda.
Penerapan model sinektik didalam proses
pembelajaran dilakukan melalui enam tahap: (1) guru menugaskan siswa untuk
mendeskripsikan situasi yang ada sekarang, (2) siswa mengembangkan berbagai
analogy, kemudian memilih satu diantara analogy tersebut kemudian
mendeskripsikan dan menjelaskannya secara mendalam, (3) siswa menjadi bagian
dari analogy dari yang dipilihnya pada tahap sebelumnya, (4) siswa mengembangkan
pemikiran dalam bentuk deskripsi-deskripsi dari yang dihasilkannya pada tahap 2
dan 3, kemudian menemukan pertentangan-pertentangan, (5) siswa menyimpulkan dan
menentukan analogi-analogi tidak lansung lainnya, (6) guru mengarahkan agar
siswa kembali pada tugas dan masalah semula dengan menggunakan analogy-analogi
terakhir atau dengan menggunakan seluruh pengalaman sinektik.
3. Kelompok Model Personal
Model ini dikembangkan dengan beberapa tujuan
esensial; (1) untuk mengarahkan perkembangan dan kesehatan mental dan emosional
melalui pengembangan rasa percaya diri dan pandangan realistic tentang dirinya,
dengan membangun rasa empati dirinya terhadap orang lain, (2) mengembangkan
keseimbangan proses pendidikan beranjak dari kebutuhan dan aspirasi siswa sendiri,
menempatkan siswa sebagai partner di dalam menentukan apa yang ia pelajari dan
bagaimana ia mempelajarinya, (3) mengembangkan aspek-aspek khusus kemampuan
berpikir kualitatif, seperti kreativitas, dan ekspresi-ekspresi pribadi. Yang
termasuk model personal, yaitu:
a. Pembelajaran tanpa arahan
Pembelajaran tanpa
arahan merupakan model pembelajaran yang berfokus pada upaya memfasilitasi
kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar diorganisasi sedemikian rupa untuk
membantu siswa mengembangkan integrasi kepribadian, meningkatkan ketepatgunaan,
serta membantu merealisasikan harapan atau cita-cita siswa.model ini mengasumsi
bahwa siswa mempunyai rasa tanggung jawab terhadap aktivitas belajarnya, karena
keberhasilan tergantung kemauan yang ada pada dirinya. Model ini pada
prinsipnya adalah meletakkan peranan guru untuk secara aktif membangun
kerjasama yang diperlukan dan memberikan bantuan yang dibutuhkan pada saat para
siswa mencoba memecahkan masalah.
Implementasi model
pembelajaran tanpa arahan lebih banyak dilakukan dalam bentuk interviu tidak
langsung yang dilakukan melalui beberapa urutan yang terbagi dalam lima fase. Fase pertama,
membantu siswa mendefinisikan situasi. Fase kedua, menemukan masalah. Fase ketiga, mengembangkan
pemahaman/pengertian siswa. Fase keempat, merencanakan dan merumuskan
keputusan. Fase kelima, intregasi dimana para siswa mendapatkan pemahaman lebih
mendalam dan mengembangkan tindakan-tindakan positif. Fase keenam, siswa
melakukan bentuk tindakan-tindakan positif.
b. Model pembelajaran untuk meningkatkan rasa percaya
diri (enhancing Self Asteem)
Terdapat beberapa
model pembelajaran yang dapat dipergunakan guru di dalam menumbuhkan rasa
percaya diri siswa, yaitu:
1) Model latihan kesadaran (Ewareness Training Models)
Model latihan
kesadaran adalah model pembelajaran yang diarahkan untuk merasa dan berpikir.
Di dalam model ini terdapat serangkaian kegiatan yang dapat mendorong timbulnya
refleksi hubungan antarindividu, citra diri atau self image, eksperimentasi dan penampilan diri.
2) Model pertemuan kelas (Classroom meeting)
Di dalam kelas,
model ini diwujudkan seperti layaknya rapat atau pertemuan di mana kelompok
bertanggung jawab untuk membangun sistem sosial yang sesuai untuk melaksanakan
tugas-tugas akademis dengan mempertimbangkan unsur perbedaan perseorangan
dengan tetap menghargai tugas-tugas bersama dan hak-hak orang lain.
4. Kelompok Model-model Sistem Perilaku
Model mengajar kelompok ini mementingkan penciptaan
sistem lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi penguatan tingkah laku
secara efektif sehingga terbentuk pola tingkah laku yang dikehendaki. Terdapat
beberapa bentuk model yang termasuk kelompok model ini, yaitu:
a. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
John B. Carroll
(1971) dan Benjamin Bloom (1971) memberi gagasan bahwa belajar tuntas menunjuk kepada sebuah
kerangka kerja untuk merencanakan urutan pembelajaran. Pada prinsipnya belajar
tuntas adalah suatu aktivitas proses pembelajaran yang bertujuan agar bahan
ajar dapat dikuasai secara tuntas oleh siswa.
Untuk dapat
memahami bagaimana bentuk dan karakteristik belajar tuntas dapat diketahui dari
beberapa ciri berikut:
1) Setiap tujuan pembelajaran dinyatakan secara jelas dan
terukur dan memuat apa yang harus siswa-siswa lakukan.
2) Tujuan-tujuan pembelajaran harus dikelompokan.
3) Tujuan pembelajaran harus merupakan pilihan tindakan
yang benar-benar dan mungkin dapat dilakukan, sehingga perubahan-perubahan yang
terjadi akibat proses pembelajaran benar-benar dapat diukur.
4) Tujuan pembelajaran harus menggambarkan kebermaknaan
urutan atau unit.
b. Pengajaran Langsung (Direct Instruction)
Pembelajaran
langsung merupakan suatu model pembelajaran yang kegiatannya bertitik pusat
pada aktivitas-aktivitas akademik. Sehingga dalam implementasi kegiatan
pembelajaran guru melakukan control yang ketat terhadap kemajuan belajar siswa,
pendayagunaan waktu serta iklim kelas yang dikontrol secara ketat pula.
Pemberian arahan dan control secaraketat di dalam pengembangan model
pembelajaran langsung ini terutama sekali dilakukan ketika guru menjelaskan
tentang tugas-tugas belajar dan menjelaskan materi pelajaran. joyce, Weil dan
Calhoun (2000) (Aunurrahman, 2011: 169) menyatakan bahwa tujuan utama model ini
adalah untuk memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa. Sedangkan dampak
pengajarannya adalah tercapainya ketuntasan muatan akademik dan keterampilan,
meningkatnya motivasi belajar siswa serta meningkatnya kemampuan siswa.
Sedangkan dampak pengiring meningkatnya percaya diri siswa, seperti pada gambar
berikut;
c. Simulasi (Simulation)
Simulasi sebagai
salah satu model pembelajaran merupakan penerapan dari prinsip sibernetik
sebagai salah satu cabang psikologi Sibernetik menganalogika manusia dengan
mesin yang memiliki sistem kendali yang mampu membangkitkan gerakan dan
mengendalikan diri sendiri.
Simulasi yang diterapkan
di kelas dirancang untuk mencapai kelebihan-kelebihan tertentu dalam
pendidikan. Memulai model ini guru mengontrol partisipasi siswa dalam scenario
permainan untuk menjamin bahwa kelebihan atau keuntungan dari model ini
benar-benar dapat dicapai. Untuk menacapai hasil yang diharapkan melalui model
ini dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut:
1) Tahap orientasi;
2) Tahap latihan peserta;
3) Tahap proses simulasi;
4) Tahap pemantapan.
C.
Simpulan
Berkembangnya
berbagai jenis model pembelajaran pada prinsipnya didasari pemikiran tentang
keberagaman siswa, baik dilihat dari perbedaan kemampuan, modalitas belajar,
motivasi, minat dan beberapa dimensi psikologis lainnya.
Pengembangan
model pembelajaran tidak terlepas dari pemahaman guru terhadap karakteristik
siswa, sebagaimana pula di dalam pengimplementasian prinsip-prinsip belajar
yang telah dibahas sebelumnya. Dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat
dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan
meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa
untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar
yang lebih baik.
Melalui
pemilihan model pembelajaran yang tepat guru dapat memilih atau menyesuaikan
jenis pendekatan dan metode pembelajaran dengan karakteristik materi pelajaran
yang disajikan. Dalam hal ini guru dituntut untuk memiliki pemahaman yang
komprehensif serta mampu mengambil keputusan yang rasional kapan waktu yang
tepat untuk menerapkan salah satu atau beberapa strategi secara efektif.
Kecermatan guru di dalam menentukan
model pembelajaran menjadi semakin penting, karena pembelajaran adalah
suatu proses yang kompleks yang di dalamnya melibatkan berbagai unsur yang
dinamis.
Di antara pandangan yang
banyak mendapat perhatian adalah model-model pembelajaran yang dikembangkan
oleh Joyce, Weil dan Calhoun uyang mengkategorikan sejumlah model dalam empat
kelompok besar.selain model-model pembelajaran tersebut, kita juga dapat
mengkaji model-model pembelajaran yang lain.
Setiap model pembelajaran
antara yang satu dengan yang lain terdapat banyak kesamaan, akan tetapi juga
terdapat perbedaan. Masing-masing model tersebut memiliki ciri khusus yang
memiliki kelebihan dan kekurangan
model-model tertentu untuk selanjutnya dapat dikombinasikan dengan model
yang lain, karena tidak satupun model pembelajaran tunggal yang dapat
merealisasikan berbagai jenis dan tingkatan tujuan pembelajaran yang berbeda.
DAFTAR
PUSTAKA
Aunurrahman. Belajar dan
Pembelajaran. 2011. Alfabeta: Jakarta.
Gintings, Abdurrakhman. Belajar dan Pembelajaran. 2008. Bandung: Humaniora
Syah,
Muhibbin. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Trianto.
2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar