Jumat, 12 Juni 2015

C. TEKS, KOTEKS, DAN KONTEKS




1.   Pengertian Teks
Teks merupakan naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang. (KBBI, 2011). Ada beberapa pegertian yang dikemukakan oleh para ahli terkait dengan teks. Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan ahli tersebut secara keseluruhan hampir sama. Luxemburg (1989) yang dikutip Tedi dalam makalahnya menyatakan bahwa teks ialah ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, dan pragmatik merupakan satu kesatuan. Teks dalam hal ini tidak hanya dipandang dari sisi tata bahasa yang sifatnya tertulis atau unsur-unsur kebahasaan yang dituliskan, lebih dari itu, suatu teks juga dilihat dari segi maksud dan makna yang diujarkan. Teks memiliki kesatuan dan kepaduan antara isi yang ingin disampaikan dengan bentuk ujaran, dan situasi kondisi yang ada. Dengan kata lain, bahwa teks itu berupa ungkapan berupa bahasa yang di dalamnya terdiri dari satu kesatuan antar isi, bentuk, dan situasi kondisi penggunaannya.
Kridalaksana (2011:238) dalam Kamus Linguistiknya menyatakan bahwa teks adalah (1) satuan bahasa terlengkap yang bersifat abstrak, (2) deretan kalimat, kata, dan sebagainya yang membentuk ujaran, (3)  ujaran yang dihasilkan dalam interaksi manusia. Dilihat dari tiga pengertian teks yang dikemukakan dalam Kamus Linguistik tersebut dapat dikatakan bahwa teks adalah satuan bahasa yang bisa berupa bahasa tulis dan bisa juga berupa bahasa lisan yang dahasilkan dari interaksi atau komunikasi manusia.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa teks adalah suatu kesatuan bahasa yang memiliki isi dan bentuk, baik lisan maupun tulisan yang disampaikan oleh seorang pengirim kepada penerima untuk menyampaikan pesan tertentu. Teks tidak hanya berbentuk deretan kalimat-kalimat secara tulis, namun juga dapat berupa ujaran-ujaran atau dalam bentuk lisan, bahkan ada juga teks itu terdapat di balik teks.
2.   Pengertian Ko-Teks
Ko-teks adalah kalimat yang mendahului dan atau yang mengikuti di dalam wacana. (KBBI Offline) Dilihat berdasarkan makna dalam Kamus Linguistik (2011:137), koteks diartikan sebagai kalimat atau unsur-unsur yang mendahului dan/atau mengikuti sebuah unsur lain dalam wacana. Koteks adalah teks yang mendampingi teks lain dan mempunyai keterkaitan dan kesejajaran dengan teks yang didampinginya. Keberadaan teks yang didampingi itu bisa terletak di depan (mendahului) atau di belakang teks yang mendampingi (mengiringi). Sebagai contoh pada kalimat “Selamat Datang” dan “Selamat Jalan” yang terdapat di pintu masuk suatu kota, daerah, atau perkampungan.
Kedua kalimat di atas memiliki keterkaitan. Kalimat “Selamat Jalan” merupakan ungkapan dari adanya kalimat sebelumnya, yaitu “Selamat Datang”. Kalimat “Selamat Datang” dapat dimaknai secara utuh ketika adanya kalimat sesudahnya, yaitu “Selamat Jalan”, begitu juga sebaliknya. Keberadaan koteks dalam suatu wacana menunjukkan bahwa struktur suatu teks memiliki hubungan dengan teks lainnya. Hal itulah yang membuat suatu wacana menjadi utuh dan lengkap.
3.   Pengertian Konteks
Menurut Mulyana (2005: 21) konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan/dialog. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. Seperti terpola dari bagan berikut:
Proses Peristiwa Bertutur
                        Pembicara (O1)                                   Pasangan Bicara (O2)

                        Maksud (pra ucap)                             pemahaman (pascaucap)

                        Pensandian (encoding)                        pembacaan sandi (decoding)

                        Pengucapan (fonasi)                            penyimakan (audisi)
                                                           
Untuk mendapatkan pemahaman wacana yang menyeluruh, konteks harus dipahami dan dianalisi secara mutlak. Sebagaimana Contoh dialog di bawah berikut ini:
Dialog I
Pembicara   : Ibu
Pendengar   : Bapak
Tempat        : Rumah
Situasi         : Sedang menunggu anaknya kembali dari rumah pamannya
                      karena mengambil sesuatu yang dipinjam
Waktu         : Pukul 09.00 WIB
Ketika si anak kembali, si ibu mengatakan, “Cepat sekali kamu pulang.”

Dialog II 
Pembicara   : Ibu
Pendengar   : Bapak
Tempat        : Rumah
Situasi         : Menunggu anaknya yang belum kembali dari rumah temannya
Waktu         : Pukul 00.00 Wib
Ketika si anak datang, si Ibu mengatakan, “Cepat sekali kamu pulang”.

Kalimat “Cepat sekali kamu pulang” yang diucapkan si ibu pada dialog I dan II memiliki bentuk yang sama, tetapi maknanya berbeda. Kalimat pada dialog I, si ibu sungguh-sungguh mengatakan bahwa anaknya sangat cepat kembali dari rumah paman atau dapat dikatakan si Ibu memuji anaknya yang melaksanakan perintah/kerja dengan cepat. Berbeda dengan dialog II, kalimat itu memiliki makna sindiran pada anaknya yang terlambat pulang ke rumah. Kata “Cepat sekali kamu pulang” pada kalimat dialog II bukan makna sebenarnya yang menyatakan si anak pulang dengan cepat, malah sebaliknya, yaitu pulangnya lambat.
Hal ini harus diterangkan secara pragmatik karena kata-kata maupun kalimatnya secara semantik tidak memperlihatkan arti sindiran. Dengan begitu, pendengar atau pembaca harus mengetahui konteks kalimat tersebut agar dapat mengetahui maksud suatu kalimat itu dengan tepat.

4.   Macam-Macam Konteks
1)   Konteks Situasi
Halliday & Hasan (1994) mengatakan yang dimaksud dengan konteks situasi adalah lingkungan langsung tempat teks itu benar-benar berfungsi. Atau dengan kata lain, kontek situasi adalah keseluruhan lingkungan, baik lingkungan tutur (verbal) maupun lingkungan tempat teks itu diproduksi (diucapkan atau ditulis). Dalam pandangan Halliday (1994: 16), konteks situasi terdiri dari (1) medan wacana, (2) pelibat wacana, dan (3) modus/sarana wacana. Medan wacana merujuk pada aktivitas sosial yang sedang terjadi atau apa yang sesungguhnya disibukkan oleh para pelibat. Pelibat wacana merujuk pada orang-orang yang mengambil bagian, sifat para pelibat, kedudukan dan peran mereka, jenis-jenis hubungan peranan apa yang terdapat di antara para pelibat. Sarana wacana merujuk pada bagian bahasa yang sedang dimainkan dalam situasi, termasuk saluran yang dipilih, apakah lisan atau tulisan.
Hymes dalam Brown & Yule (1983: 38-39) memberi penjelasan lebih rinci mengenai ciri-ciri konteks yang relevan dalam konteks situasi, yaitu:
a)    Pembicara/Penulis (Addressor)
b)   Pendengar/pembaca (Addresse)
c)    Topik pembicaraan (Topic)
d)   Saluran (Channel)
e)    Kode (Code/bahasa)
f)    Bentuk Pesan (Message Form)
g)   Peristiwa (Event)
h)   Tempat dan waktu (Setting)
2)   Konteks Pengetahuan
Schiffirin (2007: 549) mengatakan bahwa teori tindak tutur dan pragmatik memandang konteks dalam istilah pengetahuan, yaitu apa yang mungkin bisa diketahui oleh antara si pembicara dengan mitra tutur dan bagaimana pengetahuan tersebut membimbing/menunjukkan penggunaan bahasa dan interpretasi tuturannya. Artinya ketika pembicara dan mitra tutur memiliki kesamaan pengetahuan akan apa yang dibicarakan atau dapat juga disebut common ground, maka kesalahpahaman atau ketidaktepatan interpretasi tidak akan terjadi.
Imam Syafi’e (1990: 126) menambahkan bahwa, apabila dicermati dengan benar, konteks terjadinya suatu percakapan dapat dipilah menjadi empat macam, yaitu: (a) Konteks linguistik (kalimat); (b) Konteks epistemis (latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh partisipan); (c) Konteks fisik (meliputi tempat terjadinya percakapan, objek yang disajikan di dalam percakapan dan tindakan para partisipan); (d) Konteks sosial (relasi sosio-kultural yang melengkapi hubungan antarpelaku atau partisipan dalam percakapan).
5.        Hubungan Antara Teks, Ko-Teks Dan Konteks Dalam Kajian Wacana
Berdasarkan ketiga definisi dari teks, koteks, dan konteks tersebut maka dapat dikatakan bahwa hubungan antara teks, koteks dan konteks sangatlah erat atau selalu berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Dengan adanya koteks dalam struktur wacana menunjukkan bahwa teks tersebut memiliki struktur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga wacana menjadi utuh dan lengkap. Kemudian, dengan adanya konteks, maka munculah sebuah wacana yang terdiri dari teks-teks. Hal tersebut dikarenakan makna yang terealisasi di dalam teks merupakan hasil interaksi pemakai bahasa dengan konteksnya, sehingga konteks merupakan wahana terbentuknya teks.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar